PART 6
(Remake) Perjanjian Hati
Cast: Lee Donghae, Kim So Eun, Kim Myungso, (Park) Lee Jiyeon etc
Story by Santhy Agatha
@Nurahmah_29
Genre: Romance
Warning: Typos, bahasa aneh, dll, kalau ada typo bilang aja ya!!!
♥♥♥
“Aku pernah mencintaimu sampai terasa sakit luar biasa. Sampai di titik sakitnya sudah tidak terasa lagi Yang tersisa cuma cinta, yang terasa cuma cinta… Meski akhirnya yang aku dapat hanyalah pengkhianatan…”
♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Donghae mengemudikan kendaraannya dengan kencang, mengumpat-umpat jika terkena kemacetan dan lampu merah, tetapi selain itu perjalanan lancar. Sambil mengemudi Donghae melirik ke arah So Eun, yang meremas-remas tangannya dengan cemas sambil memandang ke depan.
“Apakah Siwon serius dengan kata-katanya?” So Eun menoleh menatap Donghae yang sudah mengalihkan pandangannya lagi ke jalan.
“Dia… Dia terdengar gila dan putus asa.” Donghae menghela napas pendek,
“Pasti gara-gara pernikahan kita ya?” lelaki itu mendengus kesal, “Dasar laki-laki tidak punya otak.”
“Jangan mengata-ngatai orang.” Donghae menatap So Eun marah,
“Aku tidak salah bukan? Dia memang tidak punya otak, tidak punya hati dan pengecut luar biasa. Dulu ketika ada kesempatan dia tidak memperjuangkanmu, sekarang ketika jelas-jelas dia kalah yang dilakukannya hanya merajuk dan mengancam bunuh diri, benar-benar lelaki tak punya otak!” Donghae mengencangkan laju mobilnya.
So Eun terdiam, tidak bisa membantah kata-kata Donghae karena semuanya mengandung kebenaran. Siwon dulu tidak berbuat apa-apa untuk memperjuangkannya. Lelaki itu hanya diam dan mencampakkannya dalam kehancuran. Sekarang, ketika baginya So Eun sudah termiliki oleh lelaki lain, Siwon menggila. Kenapa Siwon melakukan ini semua? Benarkah ini didasari cinta Siwon yang masih tersimpan untuknya? Atau ini hanyalah estimasi cemburu buta yang merenggut kewarasan lelaki itu?
♥♥♥
Taman kota tampak lengang, begitu Donghae memarkir mobilnya di sana, So Eun langsung keluar diikuti oleh Donghae.
“Kearah mana?” tanya Donghae sambil menjajari langkah So Eun.
So Eun memandang ragu, sudah dua tahun berlalu sejak dia terakhir kali kemari. Terakhir kali dia kesini adalah di tengah hujan, saat Siwon mencampakkannya dua tahun lalu. Setelah itu jangankan kemari, memikirkannya pun So Eun tidak berani. Saat ini taman kota sudah berubah hingga So Eun hampir tak mengenalinya. Dimana tempat dia dan Siwon sering menghabiskan waktu dulu…?
“So Eun?” Donghae menggeram, tak sabar.
So Eun menelan ludah dan mengambil keputusan. “Ke arah sana.” gumamnya sambil tergesa ke arah kanan, dengan Donghae mengikutinya.
♥♥♥
Siwon ada di sana, masih berpegang pada pagar kayu di jembatan itu. Jembatan setinggi lima meter di udara, yang menghubungkan jurang dalam dengan aliran sungai berbatu di bawahnya. Salah satu keunggulan taman kota ini adalah pemandangan di atas jembatan ini. Dengan gemericik sungai dan air terjun buatan yang cukup mempesona, bagaikan harta karun alam tersembunyi ditengah hiruk pikuk polusi dan kesibukan kota. Tetapi sekarang So Eun tidak sempat mengagumi pemandangan indah itu, matanya terpaku pada Siwon dan tampak cemas.
“Siwon.” serunya dalam bisikan tertahan, takut kalau suaranya terlalu keras akan mengagetkan lelaki itu dan membuatnya terlompat.
Siwon yang semula menatap kosong ke bawah, menoleh perlahan dan menemukan So Eun dan Donghae di ujung jembatan. Matanya membara penuh tekad. “Jangan mendekat!” serunya keras, “Atau aku akan lompat.”
Donghae berseru frustrasi, bingung harus berbuat apa. taman kota ini nampak sepi, disiang yang lengang ini. Syukurlah, kalau tidak pasti sudah ada keramaian menghebohkan di sini.
“Lompat saja kalau berani, aku pikir itu akan membuat So Eun puas.” Donghae bergumam tenang tetapi cukup keras untuk di dengar Siwon. Seketika So Eun dan Siwon menatap Donghae dengan keget.
“Donghae…” So Eun mendesis mencoba memperingatkan lelaki itu agar tidak memperkeruh suasana, tetapi Donghae hanya mengedikkan bahunya tak peduli, lelaki itu menatap Siwon yang tengah menatapnya dengan senyum mengejek.
“Lompat saja Siwon, aku menunggu di sini, untuk melihat sampai dimana keberanianmu.” dengan sinis Donghae tersenyum, “Kau pikir kau lompat atau tidak, akan berpengaruh pada So Eun? Kau terlalu percaya diri. So Eun kemari mencegahmu karena dorongan hatinya yang terlalu baik, tapi kenyataannya kau sudah tidak ada lagi di kehidupannya. Kau mau mati atau hidup, tidak ada untung ataupun ruginya bagi dia… Aku pribadi merasa terganggu dengan tingkahmu yang kekanak-kanakkan dan merepotkan ini, jadi cepat lompat saja dan mati sekalian, biar semua kerepotan ini usai.”
Siwon menatap Donghae marah, napasnya terengah- engah, penuh ketersinggungan.
“Kau… Kau tidak ada urusannya untuk mengomentari hubunganku dengan So Eun, semua ini antara aku dan So Eun, kau tidak berhak ikut campur!” serunya emosi.
Donghae mengangkat alisnya, “Tidak berhak ikut campur?” dengan sengaja dia merangkul So Eun supaya merapat padanya, “So Eun isteriku. Dan jika ada lelaki gila yang mengganggu dan mengancam-ancam akan bunuh diri karenanya, maka aku berhak ikut campur.” tatapan Donghae menajam dengan jahat, “Aku menyelidikimu Siwon, aku tahu pasti masa lalumu dengan So Eun, dimana kau mencampakkan gadisku ini dengan kejam. Well… sebenarnya masa lalu itu urusan kalian berdua, tetapi kalau sampai masa sekarang, kau masih merecoki So Eun,aku akan turun tangan. Dan ketika aku turun tangan, itu berarti kehancuran bagi kau dan keluargamu.”
Siwon menatap Donghae menelan ludah dan tampak meragu, rupanya baru menyadari situasinya. “Jadi silahkan kalau kau mau bunuh diri dan mampus di bawah sana. Tetapi jangan ikut-ikutkan isteriku dalam permasalahanmu. Jangan pernah berani-benarinya lagi kau mengganggu isteriku.”
Donghae membalikkan badan, dan menyeret So Eun bersamanya, “Ayo So Eun, kita pergi. Yang penting kita sudah mengutarakan maksud kita. Biarkan bajingan itu mengambil keputusannya sendiri.”
Dengan sedikit memaksa Donghae menyeret So Eun agar mengikuti langkahnya. So Eun mencoba memberontak dan melepaskan pegangan Donghae, tetapi lelaki itu mencengkeramnya dengan begitu kuat sampai terasa sakit, sampai akhirnya So Eun menyerah dan mengikuti langkah Donghae. Sempat dia menoleh ke belakang dan melihat Siwon masih termenung di jembatan. Ah. Ya Tuhan… Semoga Siwonl tidak melompat. Desahnya dalam hati sambil memejamkan mata.
♥♥♥
Donghae membukakan pintu untuk So Eun lalu membanting pintu itu setelah So Eun masuk dan dengan sigap melangkah ke kursi pengemudi dan melajukan mobilnya, membawa So Eunmeninggalkan taman kota itu.
“Kupikir kau mengembut mengantarku ke taman kota tadi untuk membantuku mencegah Siwon melompat.” Desis So Eun kesal, ketika mereka sudah memasuki jalan raya yang ramai, “Tak kusangka kau malah datang untuk menyuruhnya lompat.”
Donghae terkekeh dan mengedikkan bahunya ke arah So Eun, “Dia pantas menerimanya.” So Eun menelan ludah. “Ba…bagaimana kalau dia benar- benar melompat?”
Tawa Donghae makin keras, meremehkan. “Siwon? Melompat? Aku berani bertaruh dia tidak akan mampu melakukannya, dia terlalu pengecut untuk itu. Yang dia lakukan hanyalah menggertak. Dia hanya ingin kau datang, lalu dia akan mengancam, dia akan membuatmu memohon kepadanya agar tidak melompat, pada akhirnya, kau akan berjanji menuruti semua kemauannya.” Donghae mendengus kesal. “Aku tahu persis tipikal lelaki pengecut macam dia So Eun, kau harus berhati-hati.” jeda sejenak, kemudian Donghae bertanya.
“Apakah kau masih mencintai dia?”
So Eun tertegun. Apakah dia masih mencintai Siwon? Melihat Siwon di jembatan tadi, rapuh, tak berdaya dan putus asa, membuat hati So Eun serasa diremas. Tetapi apakah itu cinta? Ataukah itu hanya rasa kasihan? So Eun tidak tahu. Dia tidak bisa menjawab. Dan Donghae sepertinya juga tidak mengejar jawaban darinya. Lelaki itu mengalihkan pandangannya lagi ke jalan dan melajukan kendaraannya pulang.
♥♥♥
“Lelaki itu pengecut, dia tidak jadi bunuh diri.” Donghae meletakkan gagang telepon dan menatap So Eun. So Eun menghela napas lega, mereka sudah sampai di rumah dan duduk di ruang keluarga. Tetapi hati So Eun dari tadi tidak tenang, dia memikirkan Siwonl dan ketakutan kalau kemudian dia membaca berita mengerikan tentang bunuh diri yang dilakukan Siwon. Kalau Siwon bunuh diri, berarti semua adalah salahnya.
“Syukurlah.” So Eun mengelus dadanya tanpa sadar ‘Bagaimana kau tahu.?”
“Aku menyuruh anak buahku untuuk mengecek. Kata mereka, Siwon barusan sampai ke rumahnya, keadaannya baik-baik saja.” Donghae mengangkat bahunya, “Kalau nanti dia kembali labil dan meneleponmu lagi, abaikan saja. Dia hanya ingin membuatmu panik dan mencari perhatianmu, tetapi aku yakin dia tidak akan berani melaksanakan ancamannya, seperti yang aku bilang, Siwon terlalu pengecut.”
Yang dikatakan oleh Donghae memang benar, So Eun merenung. Siwon tidak pernah berani mengambil resiko. Lelaki itu selalu memilih jalan aman, bahkan dalam hubungan mereka dulu, Siwon memilih jalan aman dengan meninggalkannya. Mulai sekarang So Eun bertekad tidak akan lagi meluluhkan hatinya untuk Siwon. Siwon harus belajar untuk mengerti bahwa ketika Siwon mengucapkan selamat tinggal, itu adalah selamat tinggal sesungguhnya dari hatinya.
♥♥♥
“Mau kemana?” So Eun hampir saja terlonjak kaget ketika mendengar suara Donghae muncul dari kegelapan lorong.
Dia hendak keluar bersama Shin Hye, teman mengajarnya di TK. Mereka berdua seumuran dan sama-sama suka membaca buku, biasanya di hari sabtu sore mereka keluar berdua untuk makan, bersantai dan berburu buku-buku bekas di pasar buku yang sangat sering mereka datangi.
Sejak So Eun menikah, mereka tidak melakukannya lagi, tapi tadi Shin Hye menelepon dan mengajaknya, dan karena rumah sedang sepi karena Jiyeon sedang mengajak eommanya kontrol dirumah sakit. So Eun memutuskan untuk pergi bersama Shin Hye. Biasanya Donghae belum pulang jam-jam segini. Lelaki itu selalu pulang larut dari pekerjaannya, jam sembilan atau jam sepuluh malam baru sampai ke rumah, sementara sekarang masih jam lima sore.
So Eun menatap Donghae yang tampak lelah. Lelah tetapi tampan, dia masih mengenakan setelan jas dengan dasi sudah dilonggarkan dan rambut yang sedikit acak-acakan.
“Eh… Aku ada acara dengan temanku.” jawab So Eun segera setelah debar dihatinya mereda melihat ketampanan Donghae.
Lelaki itu mengangkat alisnya, “Acara? Malam minggu? Dengan laki-laki?”
So Eun merasa tersinggung, sebenarnya lebih mudah kalau dia langsung menjelaskan kalau dia pergi dengan teman perempuannya. Tetapi nada arogan di suara Donghae membuat harga dirinya tergelitik. Lelaki itu tidak berhak mengatur-atur dengan siapa dan kapan dia akan menghabiskan waktunya.
“Apa bedanya kalau dengan laki-laki atau perempuan?”
“Tidak boleh kalau dengan laki-laki.” suara Donghae datar, tapi mengancam. Hal itu malah membuat So Eun semakin tersulut kemarahannya.
“Aku berhak pergi dengan siapapun yang aku mau. Kau memang suamiku, tetapi hanya di atas kertas. Kau tidak punya hak-hak sebagai suami yang semestinya kepadaku, karena pernikahan kita hanya sebatas perjanjian!”
“Hati-hati dengan perkataanmu So Eun, jangan mengancamku. Kau akan menyesal kalau aku sampai marah.”
Memangnya siapa dia sampai aku harus ketakutan kepadanya??? So Eun berseru dalam hati, dilumuri oleh rasa marahnya. Meskipun tidak dapat disangkal, ada sebersit ketakutan yang muncul jauh dalam hatinya mendengarkan ancaman Donghae itu.
“Aku tidak peduli kau marah atau tidak. Aku manusia bebas dan kau tidak berhak melarangku!” So Eun menghentakkan kakinya dan berjalan melewati Donghae.
Tetapi lelaki itu dengan cepat meraih siku So Eun dan mencengkeramnya. “Katakan dulu kau pergi dengan laki-laki atau perempuan.”
“Bukan urusanmu.”
“Aku berhak tahu, aku suamimu.”
“Kau cuma suami sandiwara!” So Eun meronta mencoba melepaskan cengkeraman Donghae di sikunya, tetapi pegangan itu begitu eratnya hingga usaha So Eun sia-sia, “Lepaskan aku!”
“Tak akan kulepaskan hingga kau menjelaskan dengan siapa kau pergi dan apa keperluanmu.”
“Aku pergi dengan teman sekantorku, Shin Hye! Dia perempuan! Puas.” So Eun menjerit, dipenuhi rasa frustrasi atas sikap kasar dan arogan Donghae.
Dalam sedetik, lelaki itu melepaskan pegangannya, membuat So Eun bisa berputar secepat kilat dan melemparkan telapak tangannya ke pipi Donghae, mendaratkan sebuah tamparan yang cukup keras di sana.
PLAK!
Donghae terdiam. Sejenak suasana hening. Antara So Eun yang menunggu penuh antisipasi dan Donghae yang seolah tertegun karena tamparan itu. Lalu pelan lelaki itu melemparkan pandangan menusuknya ke arah So Eun.
“Berani-beraninya kau menamparku.” Desis Donghae geram, membuat So Eun gemetar tetapi bertahan. Dia tidak boleh takut pada lelaki ini, Donghae adalah tipe penindas, sekali So Eun mundur, lelaki itu akan mendesaknya sampai di titik So Eun akan menyerah dan menuruti semua kemauannya. So Eun tidak mau berakhir seperti itu. Donghae harus sadar bahwa dia tidak bisa memperlakukan So Eun sama seperti orang lain.
“Karena kau harus disadarkan.” seru So Eun berusaha setegas mungkin, “Kau tidak punya hak apapun atas diriku. Pernikahan ini hanya sandiwara, begitu pula dengan hak dan kewajiban yang menyertainya!”
Donghae menatap So Eun dengan tatapan membunuh, lalu mensedekapkan tangannya. “Terserah kepadaku mau memperlakukanmu seperti apa. Selama kau masih tercatat sebagai isteriku, kau harus mengikuti aturan-aturanku.”
“Persetan denganmu!” So Eun membalikkan badan dengan marah dan segera melangkah pergi meninggalkan Donghae berdiri di sana.
♥♥♥
“Tidak biasannya kau kemari di malam hari, So Eun.” Albert mengerutkan keningnya sambil meletakkan secangkir cokelat panas pesanan So Eun yang biasa.
So Eun tersenyum sedih, tadi dia bersama Shin Hye menghabiskan waktu dengan berburu buku dan mencicipi camilan-camilan di tempat sekitar, tetapi dalam kurun waktu itu, So Eun sama sekali tidak menikmatinya, pikirannya berat berkecamuk tentang Donghae. Sampai akhirnya Shin Hye pulang duluan karena ditunggu ibunya, So Eun masih meragu, merasa sangat berat untuk pulang dan menemui Donghae.
Dia masih marah dan tersinggung dengan perlakuan Donghae sehingga malas bertemu dengannya. Pada akhirnya dia menuju ke Garden Cafe ini, memesan cokelat panasnya yang biasa meskipun bukan di waktu biasanya. So Eun selalu ke cafe ini sore hari, bukan larut malam seperi ini, pantas saja Albert merasa aneh dan menanyakannya.
“Aku bertengkar dengan suamiku.” akhirnya So Eun menjawab perkataan Albert. Albert mengangkat alisnya, dia sudah tahu kalau So Eun menikah dengan terburu-buru karena eomma Donghae sakit. Tetapi dia tidak tahu tentang perjanjian rahasia itu, yang diketahuinya adalah Donghae dan So Eun menikah karena cinta.
“Jadi kau melarikan diri kemari?”
“Aku sangat marah jadi aku merasa harus menjauh Dulu darinya.”
Albert tersenyum, “Kalau kau sedang bertengkar, jangan pergi dan melarikan diri. Itu akan membuat masalah semakin berlarut-larut. Semakin lama sebuah masalah didalam pernikahan digantung, dia akan menjadi semakin besar.”
So Eun tersenyum pada Albert, “Jadi kau sudah Menjadi penasehat pernikahan sekarang.?” Senyumnya.
“Aku lebih senang disebut sebagai penasehat Hubungan.” Albert terkekeh. “Pulanglah So Eun, selesaikan dulu masalahmu dengan suamimu.” guumamnya sebelum berbalik pergi.
So Eun menatap cangkir cokelat panas di depannya, lalu meneguknya pelan. Rasa cokelat rupanya tergantung pada suasana hati, putusnya dalam hati. Saat ini yang terasa adalah pahit yang pekat, bukan manis yang kental seperti yang biasanya dia rasakan kalau dia meminum secangkir cokelat panas di sore hari. Dia menghabiskan cokelat panas itu, lalu memutuskan untuk pulang. Malam sudah cukup larut dan So Eun memang sengaja malam itu ingin pulang larut dan mematikan HPnya.
Biar saja Donghae marah besar kepadanya!
Dengan pelan dia Meminta bill dan membayar pesanannya, lalu berdiri. Pikirannya masih berkecamuk ketika dia berjalan dan tanpa sengaja dia menyenggol seorang perempuan. Perempuan itu membawa gelas anggur merah di tangannya sepertinya dia berjalan dari sudut lain cafe itu, jauh dari tempat So Eun duduk, dan hendak pergi meninggalkan Cafe, So Eun membuat gelas anggurnya yang sudah kosong tetapi masih basah bekas angur menempel di gaun putihnya, dan menimbulkan noda di sana.
“Oh maafkan saya.” So Eun berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu.
Perempuan itu sangat cantik, dengan gaun putihnya yang feminim dan senyumannya yang lembut. “Tidak apa-apa.” suaranya pun tak kalah lembut.
So Eun melirik noda di gaun itu dan menatap perempuan Itu dengan tatapan bersalah,”Tapi….. Noda di baju anda…. “
“Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan dipikirkan.” perempuan itu menganggukkan kepala kepada So Eun lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
So Eun masih mengamati perempuan yang melangkah semakin menjauh lalu meletakkan gelas anggur kosong itu di di sebuah meja sebelum melangkah pergi. Apakah perempuan itu sendirian di cafe dan meminum anggur merah? Dia seperti perempuan yang sedang patah hati ada bekas air mata di matanya… Tetapi dia begitu cantik, mungkinkah perempuan secantik itu mengalami patah hati? Lalu So Eun tersadar bahwa dia sudah melamun lama, malam beranjak makin pekat, So Eun memutuskan bahwa sudah waktunya dia pulang… dan menghadapi Donghae.
♥♥♥
Ketika So Eun sampai ke rumah, dia meliriknya jam tangannya, sudah jam sepuluh malam. Dengan hati-hati So Eun memasuki pintu rumah itu. Tidak biasanya suasana ruang tamu gelap, dan sepi. Begitupun ruang keluarga. Biasanya sampai malam pun, sudah terang benderang. Apakah semua orang sudah tidur? So Eun melangkah memasuki kamarnya dan Donghae, kamar itu kosong, tidak ada tanda-tanda orang di sana. Dengan ragu dia meletakkan tasnya, kemudian meraih hp yang dia matikan.
Sambil menghela napas panjang So Eun duduk di ranjang, perasaannya terasa tidak enak, dinyalakannya HP itu. Layar putih itu tampak berkedip-kedip kemudian memunculkan pemberitahuan. Bahwa dia telah dihubungi hampir tiga puluh kali nomor Donghae dan mendapat dua puluh pesan sms selama hpnya tidak aktif. Sambil mengernyitkan keningnya So Eun membuka pesan itu, dasar lelaki maniak, gerutunya memikirkan sempat- sempatnya lelaki itu mengganggu acaranya dengan mengirimnya pesan dan memiscallnya berkali-kali. Tetapi kemudian kernyitannya berubah menjadi panik ketika menyadari bahwa semua pesan Donghae bertuliskan hal yang sama.
[….Ke rumah sakit. Eomma sudah kritis…]
So Eun langsung meraih kembali tas-nya dan berlari menuruni tangga.
♥♥♥
Langkah-langkah kaki So Eun terdengar jelas di lorong rumah sakit yang sepi itu. Dia sampai di ruang ICCU dan menemukan Jiyeon sedang menangis terisak-isak di pelukan Myungso.
“Noona, kemana saja.” Myungso langsung berseru ketika melihat So Eun, “Kami semua mencoba menghubungimu, tetapi tidak bisa.”
“Maafkan aku.” permintaan maaf So Eun terucap dari lubuk hatinya. Ah, berapa bodohnya dia! Perbuatan kekanak- kanakannya karena marah kepada Donghae ternyata merepotkan semua orang. “Bagaimana eomma?”
Myungso mengetatkan pelukannya kepada Jiyeon yang terisak semakin keras dan menggeleng sedih, “Eomma sudah meninggal setengah jam yang lalu.” Dan detik itu, hati So Eun dipenuhi penyesalan yang mendalam, mencengkeramnya dan mengancam akan menenggelamkannya ke ujung dunia.
♥♥♥
Lama mereka menunggu sampai kemudian Donghae keluar dari ruangan ICCU. Tampaknya Donghae sudah mengurus segalanya secara kilat, untuk persiapan pemakaman besok dan memulangkan jenazah eommanya ke rumah sebelum diistirahatkan. Lelaki itu tampak pucat dan rapuh, seolah dia akan hancur seketika kalau ada yang memukulnya. So Eun berdiri di sana dengan berlinangan air mata.
Matanya melirik ke dalam ruang ICCU tempat jenazah eomma Donghae dibaringkan, ditutup dengan kain putih yang pilu. Suara isak tangis Jiyeon terdengar keras, untunglah ada Myungso di sisinya. Memeluknya dan menguatkannya. So Eun melangkah mendekati Donghae, bergumam dengan hati-hati.
“Maafkan aku.” dia berbisik parau, di sela air matanya. Tetapi Donghae hanya menatapnya sedetik dengan tatapan mata yang tidak bisa dibaca, lalu memalingkan mukanya dengan cepat.
“Kita pulang.” gumamnya dengan suara parau, lalu meninggalkan So Eun dengan langkah panjang-panjang, membuat So Eun setengah berlari mengejarnya.
♥♥♥
“So Eun eonni.” Jiyeon mendekati So Eun ketika mobil mereka memasuki gerbang rumah, dia kelihatan sedih dan pucat. Tentu saja, siapa yang tidak sedih ketika kehilangan eommanya?
“Iya Jiyeon?” So Eun berusaha selembut mungkin, mengingat berapa rapuhnya Jiyeon saat ini. Mereka ada di kursi belakang mobil Myungso yang sedang mengemudi. Sementara Donghae masih di pemakaman, menyelesaikan semua urusan sebelum nanti menyusul pulang.
“Donghae oppa, aku harap eonni bisa membantunya.” So Eun mengernyitkan keningnya, membantu Donghae? Dalam hal apa? Lelaki itu tampak begitu tegar. Bahkan kemarin ketika dia akhirnya melihat So Eun menyusul kerumah sakit, lelaki itu hanya mengangkat alisnya, dengan wajah datar seperti batu. Dan wajah itu yang terus dipakai Donghae sampai sekarang hingga proses pemakaman usai. Tidak ada air mata, tidak ada emosi dan ekspresi apapun yang menyiratkan kepedihan. Wajahnya keras, seperti batu yang kosong.
“Dia memang tampak tegar di luar.” Jiyeon bergumam, seperti bisa membaca pikiran So Eun, “Tetapi dia rapuh eonni… Dia selalu begitu ketika terpuruk, selalu membangun benteng kokoh di sekelilingnya supaya tidak ada orang lain yang bisa memasuki dan melihat jiwanya yang rapuh.” Jiyeon meringis, “Mungkin So Eun eonni belum tahu, kalau Donghae oppa sebenarnya pernah hancur karena pengkhianatan.”
So Eun menoleh dan menatap Jiyeon penuh ingin tahu, “Pengkhianatan?”
Jiyeon menganggukkan kepalanya, “Ya… Dulu Donghae oppa punya seorang kekasih, kekasihnya adalah perempuan yang sangat dicintainya. Namanya Kwon Yuri. Mereka sudah berpacaran lama dan sangat cocok. Oppa tampak sangat bahagia waktu itu, beda dengan yang sekarang, dia banyak tertawa, jahil, suka bercanda.” Jiyeon tersenyum, tampak mengenang. “Lalu Donghae oppa memutuskan untuk memperkenalkannya kepada appa kami.” Jiyeon mendesah, “Appa kami adalah seorang pebisnis yang sangat pandai dan arogan, meskipun dia appa yang baik bagi keluarganya. Di makan malam perkenalan itu, dengan lantang appa mengajukan penawaran kepada Yuri. Jika Donghae oppa menikahi Yuri, maka Donghae oppa akan kehilangan seluruh hak warisnya dan diusir dari rumah appa. Tetapi jika Yuri mau meninggalkan Donghae oppa, maka dia akan diberikan cek oleh appa senilai seratus juta won…” Jiyeon menghela napas,
“Tentu saja appa hanya menggertak, beliau tidak mungkin mengusir Donghae oppa dari rumah, beliau sangat sayang kepada Donghae oppa, penawaran itu sebenarnya hanyalah ujian bagi Yuri…”
So Eun menatap mata Jiyeon yang sedih, ingin tahu apa yang terjadi kemudian. Myungso yang sedang menyetir di depan pun tampak memasang telinga, mendengarkan.
“Sayangnya yang terjadi kemudian tidak kami duga. Yuri menerima cek itu dan akhirnya meninggalkan Donghae oppa.”
So Eun menelan ludah. Pengkhianatan semacam itu dan dilakukan di depan keluarganya pula. Pantas saja mengubah Donghae menjadi orang yang begitu pahit, dia masih ingat perkataan Donghae siang itu ketika lelaki itu menawarinya perjanjian sandiwara ini. “Kau akan terkejut mengetahui berapa banyak yang akan menyambar umpan itu mentah-mentah.” Begitu ucap Donghae waktu itu, dengan nada pahit yang sekarang baru disadari So Eun artinya.
“Hal itulah yang membuat Donghae oppa menutup hatinya seperti sekarang ini eonni.” sambung Jiyeon parau, “Ketika Donghae oppa akhirnya membuka hatinya untuk So Eun eonni dan menikahi eonni, aku sangat bahagia, aku tahu betapa baiknya eonni, dan betapa eonni bisa membahagiakan Donghae oppa…” Jiyeon mendesah, “Cuma aku sedikit cemas, setelah eomma meninggal, sikap Donghae oppa sama persis seperti dulu ketika dikhianati Yuri, dia memasang topeng datar dan dingin di wajahnya, di hatinya, membuat kita tidak bisa mendekatinya.” Jiyeon menyusut air matanya, “Aku sangat mencemaskannya eonni…”
So eun memeluk Jiyeon yang terisak-isak ke dalam rangkulannya. Hatinya terasa hangat karena menerima pemahaman baru, bahwa Donghae juga pernah merasakan sakitnya dikhianati, sama seperti dirinya.
♥♥♥
“Aku membawakan sup hangat untukmu.” Malam sudah sepi dan semua orang sudah masuk ke kamar tidurnya. So Eun mengintip ke ruang kerja Donghae, lelaki itu sepulang pemakaman, langsung menenggelamkan dirinya di sana dan tidak keluar untuk makan malam. Donghae mendongak dari berkas-berkas di meja kerjanya dan mengerutkan kening,
“Aku sedang tidak ingin makan apapun.”
So Eun meletakkan nampan di meja, bersikeras, “Tetapi kau harus makan Donghae, aku tidak melihatmu makan apapun dari pagi. Bahkan sejak pemakaman tadi.”
Donghae memasang tampang paling dingin dan menyatukan telapak tangannya di bawah dagunya, “Kenapa kau repot-repot memikirkanku eh?” gumamnya sinis.
Lelaki ini menyerangnya demi melindungi dirinya. So Eun menghela napas, mencoba memahami, dia harus sabar menghadapi lelaki ini. Donghae sedang sedih meskipun sekarang dia sedang bersandiwara sebagai seorang bos yang arogan dan jahat. Lelaki ini menutupi kesedihannya dengan semua itu.
“Karena aku mencemaskanmu.”
“Hm… Kejutan. Seorang Kim So Eun mencemaskanku. Apakah kau cemas aku akan terpuruk dalam kesedihan, sayang?” dengan gerakan halus, lelaki itu meluncur berdiri dan tiba-tiba sudah ada di dekat So Eun, menjebaknya ke tembok, “Mungkinaku tidak akan terlalu bersedih kalau kau bersedia menghiburku…” disusurkannya jemarinya dengan lembut di pipi So Eun.
“Aku tidak akan menghiburmu dengan cara tidak senonoh!” suara So Eun sedikit meninggi, antara takut, marah dan sedikit gelenyar panas yang mengaliri tubuhnya merasakan usapan sensual Donghae di pipinya.
Untunglah lelaki itu memutuskan tidak mendesaknya lebih jauh, Donghae hanya terkekeh, lalu melepaskan So Eun, meskipun masih berdiri di dekatnya.
“Aku tidak butuh simpati darimu.” gumam Donghae sambil mengacak rambutnya, “Terutama darimu…” tiba-tiba suara laki- laki itu hilang seakan tertelan. Donghae memalingkan mukanya, dan melangkah menjauh dari So Eun, “Pergilah!”
“Donghae….”
“Pergilah!” suara Donghae berubah menjadi bentakan keras.
So Eun menghela napas panjang, hubungan mereka memang sudah tidak baik dari awalnya. Sudah terlambat untuk menunjukkan simpati dan niat baik, sesalnya dalam hati, dengan pelan, dia melangkah menuju pintu.
“Jangan lupa dimakan supnya.” Hening. Dan So Eun membuka handle pintu hendak keluar. Lalu isakan itu terdengar. So Eun menoleh dan mendapati Donghae berdiri membelakanginya, isakan itu terdengar darinya, lelaki itu menangis. Kali ini benar-benar menangis sepenuh hati, suaranya penuh kedukaan dan kesakitan, duka yang membuat bahunya berguncang dengan keras. Tanpa pikir panjang, didorong oleh hatinya, So Eun langsung melangkah mendekati Donghae dan merengkuhnya. Lelaki itu langsung memeluknya dengan erat, dan menangis dalam pelukannya, beban tubuhnya membuat So Eun terjatuh ke sofa, dengan Donghae menangis dipelukannya.
Diusapnya bahu Donghae, rambutnya, berusaha meredakan kesedihannya. Berusaha membantu lelaki itu menumpahkan apa yang ada di hatinya. Tiba-tiba perasaan lembut menyelemutinya, perasaan lembut yang sama ketika mengetahui sisi rapuh lelaki ini, yang tidak pernah ditampakkannya di depan orang lainnya.
So Eun memeluk Donghae erat-erat, sampai lama kemudian isakan itu mereda, berubah menjadi napas yang tenang dan teratur, dan lelaki itu masih meringkuk dengan kepala tenggelam di bahu So Eun dengan mereka bergelung duduk di atas sofa.
Lalu Donghae mengangkat tubuhnya daan menjauhkan kepalanya.
“Maaf.” suaranya terdengar parau. So Eun tersenyum, “Tidak apa-apa Donghae, aku… Aku senang bisa membantu…”
“Aku tidak pernah menangis di depan siapapun sebelumnya.”
“Aku tahu.”
“Aku tidak sengaja menangis tadi.”
“Itupun aku tahu.” Senyum So Eun tertahan, “Kau sedang sedih, dan aku sedang bisa membantumu. aku harap kau merasa sedikit ringan setelah menangis tadi.”
Donghae tidak berkata apa-apa, hanya menatap So Eun sambil mengacak rambutnya frustrasi. Lama mereka bertatapan, lalu tatapan Donghae melembut. “Terima kasih.” So Eun menganggukkan kepalanya,
“Sama-sama Donghae.” Lelaki itu menatap So Eun lagi dengan tajam, kemudian tersenyum kecut dan memalingkan kepalanya, “Tidakkah kau sadar? Setelah kematian eomma… Kau dan aku tidak harus terikat lagi.” suaranya setajam tatapannya kemudian, “Kita bisa mengakhiri perkawinan ini.”
To Be Continue…….
Haduuuhhhh…….jgn nangis donk oppa.jangan berpisah dg so eun donk….plissss…hiks hiks….
yah.. sedih bgt kog omma nya meninggal…
trus hae sm sso jgn pisah donk, lanjut aja.. sapa tau berhasil.. sso nya juga sich keras kepala. hae itu beda ma siwon…
^^ v
ngeliat donghae yang kayak gitu apa so eun gk bisa buka hatinya untuk suaminya gk rela kalo mereka pisah
Apa tdi prempuan yg ditabrak sso adlh yuri!!..
Akhh… ak gk mau klo sso divorce ma haeppa omoo.. jgn sampe berpisah..
Whaaaaaaaaa
gk rela xlo
haesso psah,,,
sso msak gk ngeh sech ma prsaaan hae,,,
to hae gk iznin sso pg ma cwok bkn krn hae mlrang sso tp to krn hae cmburu,,,
tp kyak,a sso mlai lnak to,,
gmna skap sso slnjut,a y,,
pa lg ma ucpan hae yg trkhir,,
, jgan di akhri.. apa Xn tdk menyadari bhwa xn saling mencintai
next
pokoknya jgn pisahkan haesso . . . next . .
untung aja siwon nggak jadi bunuh diri…
ya ampun ibunya donghae udah meninggal,, apakah haesso akan berpisah???
apalagi dengan kondisi perkawinan mereka yang seperti itu..
next part
siwon emng lembek bangett di ff ini. dan donghae jd pria yg mengintimidasi ;O. keyennn deh Donghae.
kayaknya lebih baik kalau Sso berkata jujur sama donghae kalau dia hnya pergi sama shin hye, teman wanitanya, jd mereka nggk terlibat dalam konflik, bahkan sso nggk tau omma donghae udh nggk ada krna hp sso dimatikan.
apaan ? ciuss tuh Donghae ??? jangan ceraii donggg 😥
Ya ampun komenanQ Knapa cuman itu yg muncul -_- >_< udh pnjang2 tadi kyak jalan raya… Pokok.y inti.y Aku gak mau HaeSso pisah…
Yahh akhir.y nongol jga ni author >___< next.y sangat d.tggu …
ya a jgn di akhiri prnikhan.nya. . . .lajutt , .pnasaran. .
yaaa.. donge nangis memilukan bgt -_- … kesian tp jngan mngakhiri hububgan pernikahan donk.. sayang
Waaaa ceritanya mkin tegang nih
Donghae tau bnget sbnernya sifat siwon kyk mana
dan masi pnsrn si sbnernya siwon nglakuiin itu smua krna masi cinta dgn soeun atau cmn sesaat doang dia kyk gtu
Soeun mersa brslah bnget tuh dgn donghae kyknya krna gak aktifin hp shingga gak tau klo eoma donghae lgi krittis
stelah eomanya ninggal soeun dgn donghae bakaln mmtuskan prjnjiannya atau gmna ya?
Dtnggu next partnya eon
jangan smpe mreka cerai aq gk relaaaaaaa#loh
jd pnsaran jgn2 prempuan yg dicafe td yuri..
thor pliss lnjutanny jgn lma2 donk..galau nih nungguinnya#lebayyy
Wow.. keren… jangan cerai ya.. pokoknya apapun caranya jangan sampe cerai.. oke lanjut terus semangat buat authornya..!!
yaaaahh, jangan sampe ada perceraian.
yang pasti ditunggu next partnya eon author,
hwaiting… 🙂
OMG !!
OMG !!
OMG !!
Nextnya ASAP ne ??? 😉 😉
kyaaa…
Jd kya’ mana cerai kah di next partnya ??? O.o
ck..
Gak nyangka banget Si Yuri kya’ begitu ke Donghae… Terpukul banget pasti si Donghae !!! T.T
duhhh.. Suami ku yg sabar ya Ibumu meninggal… 😥 😥 #PelukDonghae
nextnya ASAP Thorrrrr !!!
yaelah bang siwon kena gertakan hae aj lngsung ciut nyaliny -.- smg aj g ganggu sso lg 😦
eh…eh…eh… hae posesif bgt ma sso 😀 yah walau egois n kesanny ngatur” sso ampe sso ny ngambek *tp aq suka…aq suka…* 😀 😀 😀
omma ny bang hae da meninggl n syok :-O pas hae blng klo mreka bs berpisah krn ommany ud meninggal 😦 haduh sso jgn mw ya >:-:-<
cpt dlnjt part slanjtny ya thor ^ ^ , keep writing n faithing ^ ^
yaelah bang siwon kena gertakan hae aj lngsung ciut nyaliny -.- smg aj g ganggu sso lg 😦
eh…eh…eh… hae posesif bgt ma sso 😀 yah walau egois n kesanny ngatur” sso ampe sso ny ngambek *tp aq suka…aq suka…* 😀 😀 😀 omma ny bang hae da meninggl n syok :-O pas hae blng klo mreka bs berpisah krn ommany ud meninggal 😦 haduh sso jgn mw ya >:-:-<
cpt dlnjt part slanjtny ya thor ^ ^ , keep writing n faithing ^ ^