(Remake) Perjanjian Hati ~Part 6~

PART 6

(Remake) Perjanjian Hati

Cast: Lee Donghae, Kim So Eun, Kim Myungso, (Park) Lee Jiyeon etc

Story by Santhy Agatha

@Nurahmah_29

Genre: Romance

Warning: Typos, bahasa aneh, dll, kalau ada typo bilang aja ya!!!

 Perjanjian Hati

 

♥♥♥

 

“Aku pernah mencintaimu sampai terasa sakit luar biasa. Sampai di titik sakitnya sudah tidak terasa lagi Yang tersisa cuma cinta, yang terasa cuma cinta… Meski akhirnya yang aku dapat hanyalah pengkhianatan…”

 

♥♥♥♥♥♥♥♥♥

 

 

Donghae  mengemudikan  kendaraannya  dengan  kencang, mengumpat-umpat  jika  terkena  kemacetan  dan  lampu  merah, tetapi  selain  itu perjalanan  lancar.  Sambil mengemudi  Donghae melirik ke arah So Eun, yang meremas-remas tangannya dengan cemas sambil memandang ke depan.

“Apakah  Siwon  serius  dengan  kata-katanya?”  So Eun menoleh menatap Donghae yang sudah mengalihkan pandangannya lagi ke jalan.

“Dia… Dia terdengar gila dan putus asa.” Donghae menghela napas pendek,

“Pasti gara-gara pernikahan kita ya?” lelaki itu mendengus kesal, “Dasar laki-laki tidak punya otak.”

“Jangan mengata-ngatai orang.” Donghae  menatap  So Eun marah,

“Aku  tidak salah  bukan? Dia  memang  tidak punya  otak,  tidak punya  hati  dan  pengecut luar biasa. Dulu ketika ada kesempatan dia tidak memperjuangkanmu, sekarang ketika jelas-jelas dia kalah yang dilakukannya hanya  merajuk dan  mengancam bunuh diri, benar-benar lelaki tak punya otak!” Donghae mengencangkan laju mobilnya.

So Eun terdiam,  tidak bisa  membantah kata-kata  Donghae karena  semuanya  mengandung  kebenaran. Siwon  dulu tidak berbuat apa-apa untuk memperjuangkannya. Lelaki  itu  hanya  diam dan  mencampakkannya dalam kehancuran. Sekarang, ketika baginya  So Eun sudah termiliki oleh lelaki lain, Siwon menggila. Kenapa Siwon melakukan ini semua?  Benarkah  ini  didasari  cinta  Siwon yang  masih tersimpan untuknya? Atau ini hanyalah estimasi cemburu buta yang merenggut kewarasan lelaki itu?

♥♥♥

Taman kota tampak lengang, begitu Donghae memarkir mobilnya di sana, So Eun langsung keluar diikuti oleh Donghae.

“Kearah mana?”  tanya Donghae sambil menjajari  langkah So Eun.

So Eun  memandang  ragu,  sudah dua  tahun  berlalu  sejak dia terakhir kali  kemari.  Terakhir  kali  dia kesini  adalah  di tengah hujan, saat Siwon mencampakkannya  dua tahun lalu. Setelah itu jangankan kemari, memikirkannya pun So Eun tidak berani. Saat ini taman kota sudah berubah hingga So Eun hampir tak mengenalinya.  Dimana  tempat dia  dan  Siwon sering menghabiskan waktu dulu…?

“So Eun?” Donghae menggeram, tak sabar.

So Eun menelan ludah dan mengambil keputusan. “Ke arah sana.” gumamnya sambil tergesa ke arah kanan, dengan Donghae mengikutinya.

♥♥♥

Siwon  ada di  sana,  masih berpegang  pada pagar  kayu  di jembatan  itu.  Jembatan  setinggi  lima  meter  di  udara,  yang menghubungkan jurang dalam dengan aliran sungai berbatu di bawahnya.  Salah satu keunggulan  taman  kota ini  adalah pemandangan  di  atas  jembatan  ini.  Dengan  gemericik sungai dan  air terjun  buatan  yang  cukup  mempesona, bagaikan  harta karun  alam  tersembunyi  ditengah  hiruk pikuk polusi  dan kesibukan kota. Tetapi sekarang  So Eun  tidak sempat mengagumi pemandangan  indah  itu,  matanya  terpaku pada Siwon dan tampak cemas.

“Siwon.” serunya  dalam  bisikan  tertahan, takut  kalau suaranya terlalu  keras  akan  mengagetkan  lelaki  itu  dan membuatnya terlompat.

Siwon yang  semula menatap  kosong  ke bawah, menoleh perlahan  dan  menemukan  So Eun dan  Donghae  di  ujung jembatan. Matanya membara penuh tekad. “Jangan  mendekat!” serunya  keras,  “Atau aku akan lompat.”

Donghae  berseru  frustrasi,  bingung  harus  berbuat  apa. taman  kota  ini  nampak sepi,  disiang  yang  lengang ini. Syukurlah, kalau tidak pasti sudah ada keramaian menghebohkan di sini.

“Lompat saja kalau  berani, aku  pikir  itu akan  membuat So Eun puas.” Donghae bergumam tenang tetapi cukup keras untuk di dengar Siwon. Seketika So Eun  dan  Siwon menatap  Donghae  dengan keget.

“Donghae…” So Eun mendesis  mencoba  memperingatkan lelaki itu agar tidak memperkeruh suasana, tetapi Donghae hanya mengedikkan  bahunya  tak peduli,  lelaki  itu menatap  Siwon yang tengah menatapnya dengan senyum mengejek.

“Lompat saja Siwon,  aku menunggu di  sini,  untuk melihat sampai  dimana keberanianmu.” dengan  sinis  Donghae tersenyum, “Kau pikir kau lompat atau tidak, akan berpengaruh pada So Eun? Kau terlalu percaya diri. So Eun kemari mencegahmu  karena  dorongan  hatinya yang  terlalu baik, tapi kenyataannya  kau sudah  tidak ada lagi  di kehidupannya.  Kau mau  mati  atau  hidup,  tidak ada untung  ataupun  ruginya bagi dia…  Aku pribadi  merasa terganggu dengan  tingkahmu yang kekanak-kanakkan  dan  merepotkan  ini,  jadi  cepat lompat saja dan mati sekalian, biar semua kerepotan ini usai.”

Siwon menatap  Donghae  marah,  napasnya terengah- engah, penuh ketersinggungan.

“Kau…  Kau  tidak ada urusannya untuk mengomentari hubunganku  dengan  So Eun,  semua  ini  antara  aku dan  So Eun, kau tidak berhak ikut campur!” serunya emosi.

Donghae mengangkat alisnya, “Tidak berhak ikut campur?” dengan sengaja dia merangkul So Eun supaya merapat padanya, “So Eun  isteriku.  Dan  jika  ada lelaki gila  yang mengganggu dan mengancam-ancam  akan  bunuh  diri  karenanya, maka  aku berhak ikut campur.” tatapan  Donghae  menajam  dengan  jahat, “Aku  menyelidikimu  Siwon,  aku tahu pasti  masa lalumu dengan  So Eun,  dimana  kau  mencampakkan gadisku  ini  dengan kejam.  Well… sebenarnya  masa lalu  itu  urusan  kalian  berdua, tetapi kalau sampai masa sekarang, kau masih merecoki So Eun,aku akan turun tangan. Dan ketika aku turun tangan, itu berarti kehancuran bagi kau dan keluargamu.”

Siwon menatap  Donghae  menelan  ludah dan  tampak meragu, rupanya baru menyadari situasinya. “Jadi silahkan kalau kau mau bunuh diri dan mampus di bawah sana.  Tetapi  jangan  ikut-ikutkan  isteriku  dalam permasalahanmu.  Jangan  pernah berani-benarinya  lagi  kau mengganggu isteriku.”

Donghae membalikkan badan, dan menyeret So Eun bersamanya,  “Ayo  So Eun,  kita  pergi.  Yang penting  kita  sudah mengutarakan  maksud  kita.  Biarkan bajingan itu mengambil keputusannya sendiri.”

Dengan  sedikit  memaksa Donghae  menyeret  So Eun agar mengikuti  langkahnya.  So Eun mencoba  memberontak dan melepaskan pegangan Donghae, tetapi lelaki itu mencengkeramnya  dengan  begitu  kuat sampai  terasa sakit, sampai akhirnya So Eun menyerah dan mengikuti langkah Donghae. Sempat  dia menoleh ke belakang  dan  melihat Siwon  masih termenung di jembatan. Ah.  Ya  Tuhan…  Semoga Siwonl tidak  melompat. Desahnya dalam hati sambil memejamkan mata.

♥♥♥

Donghae  membukakan  pintu untuk So Eun lalu membanting  pintu itu setelah So Eun masuk dan dengan sigap melangkah ke kursi pengemudi dan melajukan mobilnya, membawa So Eunmeninggalkan taman kota itu.

“Kupikir kau  mengembut mengantarku  ke taman  kota tadi  untuk membantuku  mencegah  Siwon  melompat.” Desis So Eun kesal,  ketika mereka sudah memasuki  jalan  raya yang ramai,  “Tak kusangka kau  malah datang  untuk menyuruhnya lompat.”

Donghae  terkekeh dan  mengedikkan  bahunya  ke arah So Eun, “Dia pantas menerimanya.” So Eun menelan  ludah.  “Ba…bagaimana  kalau  dia benar- benar melompat?”

Tawa Donghae makin keras, meremehkan. “Siwon? Melompat? Aku berani bertaruh dia tidak akan mampu melakukannya, dia terlalu pengecut untuk itu. Yang dia lakukan hanyalah menggertak. Dia hanya ingin kau datang, lalu dia akan  mengancam,  dia akan  membuatmu memohon kepadanya  agar  tidak melompat,  pada akhirnya, kau akan berjanji  menuruti  semua kemauannya.” Donghae  mendengus kesal. “Aku tahu persis tipikal lelaki pengecut macam dia So Eun, kau harus berhati-hati.” jeda sejenak, kemudian Donghae bertanya.

“Apakah kau masih mencintai dia?”

So Eun  tertegun. Apakah  dia masih mencintai  Siwon? Melihat Siwon di jembatan tadi, rapuh, tak berdaya dan putus asa,  membuat  hati  So Eun serasa diremas.  Tetapi  apakah itu cinta? Ataukah itu  hanya  rasa  kasihan? So Eun tidak tahu. Dia tidak bisa menjawab. Dan  Donghae  sepertinya juga tidak mengejar  jawaban darinya. Lelaki itu mengalihkan pandangannya lagi ke jalan dan melajukan kendaraannya pulang.

♥♥♥

“Lelaki  itu  pengecut,  dia  tidak  jadi  bunuh  diri.” Donghae meletakkan gagang telepon dan menatap So Eun. So Eun menghela  napas lega,  mereka  sudah sampai di rumah dan duduk di ruang keluarga. Tetapi hati So Eun dari tadi tidak tenang, dia memikirkan  Siwonl dan  ketakutan  kalau kemudian  dia membaca berita  mengerikan  tentang  bunuh diri yang  dilakukan  Siwon.  Kalau  Siwon  bunuh  diri,  berarti semua adalah salahnya.

“Syukurlah.”  So Eun  mengelus  dadanya  tanpa  sadar ‘Bagaimana kau tahu.?”

“Aku  menyuruh  anak  buahku  untuuk  mengecek. Kata mereka,  Siwon barusan  sampai  ke rumahnya,  keadaannya baik-baik saja.”  Donghae mengangkat bahunya, “Kalau nanti dia kembali  labil dan  meneleponmu lagi,  abaikan  saja.  Dia  hanya ingin  membuatmu panik dan mencari perhatianmu,  tetapi aku yakin dia tidak akan berani melaksanakan ancamannya, seperti yang aku bilang, Siwon terlalu pengecut.”

Yang  dikatakan  oleh Donghae  memang  benar,  So Eun merenung. Siwon tidak pernah  berani  mengambil resiko. Lelaki  itu  selalu memilih  jalan  aman, bahkan  dalam  hubungan mereka dulu, Siwon memilih jalan aman dengan meninggalkannya.  Mulai  sekarang  So Eun bertekad  tidak akan lagi meluluhkan hatinya untuk Siwon. Siwon  harus  belajar untuk mengerti bahwa ketika Siwon mengucapkan selamat tinggal, itu adalah selamat tinggal sesungguhnya dari hatinya.

♥♥♥

“Mau kemana?” So Eun  hampir  saja terlonjak kaget  ketika mendengar suara  Donghae  muncul  dari  kegelapan  lorong.

Dia  hendak keluar bersama Shin Hye,  teman  mengajarnya  di  TK.  Mereka berdua seumuran  dan  sama-sama suka membaca  buku,  biasanya  di hari  sabtu  sore  mereka keluar  berdua  untuk makan, bersantai dan berburu buku-buku bekas di pasar buku yang sangat sering mereka datangi.

Sejak So Eun menikah, mereka tidak melakukannya lagi, tapi tadi Shin Hye menelepon dan mengajaknya, dan karena rumah sedang sepi karena Jiyeon sedang mengajak eommanya kontrol dirumah sakit. So Eun memutuskan untuk pergi bersama Shin Hye. Biasanya  Donghae  belum  pulang  jam-jam  segini.  Lelaki  itu selalu  pulang  larut dari  pekerjaannya,  jam sembilan  atau  jam sepuluh malam  baru  sampai ke  rumah,  sementara  sekarang masih jam lima sore.

So Eun  menatap  Donghae  yang  tampak lelah.  Lelah  tetapi tampan, dia masih mengenakan  setelan  jas  dengan  dasi  sudah dilonggarkan dan rambut yang sedikit acak-acakan.

“Eh…  Aku  ada acara  dengan  temanku.” jawab  So Eun segera setelah debar dihatinya  mereda melihat  ketampanan Donghae.

Lelaki  itu mengangkat alisnya, “Acara? Malam  minggu? Dengan laki-laki?”

So Eun  merasa tersinggung, sebenarnya  lebih mudah kalau dia langsung  menjelaskan  kalau  dia pergi  dengan teman perempuannya.  Tetapi  nada arogan  di suara Donghae  membuat harga  dirinya tergelitik.  Lelaki  itu  tidak berhak mengatur-atur dengan siapa dan kapan dia akan menghabiskan waktunya.

“Apa bedanya kalau dengan laki-laki atau perempuan?”

“Tidak boleh  kalau dengan laki-laki.” suara Donghae datar, tapi  mengancam.  Hal itu  malah membuat So Eun  semakin tersulut kemarahannya.

“Aku berhak pergi dengan siapapun yang aku mau. Kau memang suamiku, tetapi hanya di atas kertas. Kau tidak punya hak-hak sebagai  suami  yang  semestinya kepadaku,  karena pernikahan kita hanya sebatas perjanjian!”

“Hati-hati dengan perkataanmu So Eun, jangan mengancamku. Kau akan menyesal kalau aku sampai marah.”

 

Memangnya  siapa dia  sampai  aku harus  ketakutan kepadanya??? So Eun berseru dalam  hati,  dilumuri  oleh  rasa marahnya.  Meskipun  tidak dapat disangkal,  ada sebersit ketakutan  yang  muncul jauh  dalam  hatinya  mendengarkan ancaman Donghae itu.

“Aku tidak peduli  kau  marah atau  tidak.  Aku  manusia bebas dan kau tidak berhak melarangku!” So Eun  menghentakkan kakinya dan berjalan melewati Donghae.

Tetapi  lelaki  itu dengan  cepat meraih siku So Eun  dan mencengkeramnya. “Katakan dulu kau pergi dengan laki-laki atau perempuan.”

“Bukan urusanmu.”

“Aku berhak tahu, aku suamimu.”

“Kau  cuma suami sandiwara!” So Eun meronta mencoba melepaskan cengkeraman Donghae di sikunya, tetapi pegangan itu begitu eratnya hingga usaha So Eun sia-sia, “Lepaskan aku!”

“Tak akan  kulepaskan  hingga  kau menjelaskan  dengan siapa kau pergi dan apa keperluanmu.”

“Aku pergi dengan  teman  sekantorku,  Shin Hye! Dia perempuan! Puas.” So Eun menjerit, dipenuhi rasa frustrasi atas sikap kasar dan arogan Donghae.

Dalam  sedetik,  lelaki  itu melepaskan  pegangannya, membuat So Eun  bisa  berputar  secepat kilat dan  melemparkan telapak tangannya ke  pipi  Donghae,  mendaratkan  sebuah tamparan yang cukup keras di sana.

 

PLAK!

Donghae  terdiam.  Sejenak suasana  hening. Antara So Eun yang  menunggu penuh antisipasi  dan  Donghae  yang  seolah tertegun karena tamparan itu. Lalu pelan lelaki itu melemparkan pandangan menusuknya ke arah So Eun.

“Berani-beraninya kau menamparku.” Desis Donghae geram,  membuat So Eun  gemetar tetapi  bertahan. Dia  tidak boleh takut pada  lelaki  ini,  Donghae  adalah  tipe penindas,  sekali So Eun mundur,  lelaki  itu akan  mendesaknya  sampai  di  titik So Eun akan menyerah dan menuruti semua kemauannya. So Eun tidak mau  berakhir seperti  itu.  Donghae  harus sadar  bahwa dia tidak bisa memperlakukan So Eun sama seperti orang lain.

“Karena  kau harus  disadarkan.”  seru  So Eun berusaha setegas  mungkin, “Kau tidak punya  hak apapun  atas  diriku. Pernikahan  ini  hanya  sandiwara,  begitu pula  dengan  hak dan kewajiban yang menyertainya!”

Donghae  menatap  So Eun dengan  tatapan  membunuh,  lalu mensedekapkan tangannya. “Terserah  kepadaku  mau memperlakukanmu  seperti apa.  Selama  kau  masih tercatat  sebagai  isteriku,  kau  harus mengikuti aturan-aturanku.”

Persetan denganmu!” So Eun membalikkan badan dengan marah dan segera melangkah pergi meninggalkan Donghae berdiri di sana.

♥♥♥

“Tidak biasannya kau  kemari  di  malam  hari,  So Eun.”  Albert mengerutkan  keningnya sambil meletakkan  secangkir cokelat panas pesanan So Eun yang biasa.

So Eun tersenyum  sedih,  tadi  dia bersama Shin Hye menghabiskan  waktu  dengan  berburu  buku  dan  mencicipi camilan-camilan  di  tempat sekitar,  tetapi  dalam  kurun  waktu itu,  So Eun  sama  sekali  tidak menikmatinya,  pikirannya  berat berkecamuk tentang Donghae. Sampai akhirnya Shin Hye pulang duluan karena  ditunggu ibunya, So Eun  masih meragu,  merasa sangat berat untuk pulang dan menemui Donghae.

Dia masih marah dan tersinggung  dengan  perlakuan  Donghae  sehingga  malas  bertemu dengannya.  Pada akhirnya  dia menuju ke  Garden  Cafe ini, memesan  cokelat  panasnya yang  biasa meskipun  bukan  di waktu biasanya.  So Eun selalu ke cafe  ini  sore hari, bukan  larut malam  seperi ini,  pantas  saja Albert  merasa  aneh dan menanyakannya.

“Aku  bertengkar  dengan  suamiku.” akhirnya  So Eun menjawab perkataan Albert. Albert mengangkat alisnya, dia sudah tahu kalau So Eun menikah dengan  terburu-buru  karena  eomma Donghae  sakit.  Tetapi dia tidak tahu tentang perjanjian rahasia itu, yang diketahuinya adalah Donghae dan So Eun menikah karena cinta.

“Jadi kau melarikan diri kemari?”

“Aku sangat   marah  jadi  aku  merasa  harus  menjauh Dulu darinya.”

Albert tersenyum,  “Kalau kau sedang bertengkar, jangan  pergi  dan  melarikan  diri.  Itu  akan  membuat  masalah semakin berlarut-larut. Semakin lama sebuah masalah didalam pernikahan digantung,  dia akan menjadi semakin besar.”

So Eun  tersenyum  pada  Albert, “Jadi  kau  sudah Menjadi penasehat pernikahan sekarang.?”  Senyumnya.

“Aku  lebih  senang  disebut  sebagai  penasehat Hubungan.”  Albert terkekeh. “Pulanglah So Eun,  selesaikan  dulu masalahmu   dengan  suamimu.” guumamnya  sebelum  berbalik pergi.

So Eun menatap cangkir cokelat panas di depannya, lalu meneguknya  pelan. Rasa cokelat  rupanya  tergantung  pada suasana  hati,  putusnya dalam  hati.  Saat  ini  yang  terasa adalah pahit  yang  pekat,  bukan  manis  yang  kental  seperti yang biasanya  dia  rasakan  kalau  dia meminum  secangkir cokelat panas di sore hari. Dia menghabiskan cokelat panas itu, lalu memutuskan untuk pulang. Malam sudah cukup  larut  dan  So Eun  memang sengaja malam itu ingin pulang larut dan mematikan HPnya.

Biar saja Donghae marah besar kepadanya!

Dengan pelan dia Meminta bill dan membayar pesanannya,  lalu  berdiri.  Pikirannya  masih  berkecamuk ketika dia berjalan  dan  tanpa  sengaja dia menyenggol seorang perempuan. Perempuan  itu  membawa gelas  anggur  merah di tangannya sepertinya dia berjalan dari sudut lain cafe itu, jauh dari tempat So Eun duduk, dan hendak pergi meninggalkan Cafe, So Eun membuat  gelas  anggurnya  yang  sudah kosong  tetapi masih basah  bekas  angur  menempel  di gaun  putihnya,  dan menimbulkan noda di sana.

“Oh maafkan saya.” So Eun berucap dengan menyesal, mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu.

Perempuan  itu  sangat cantik,  dengan  gaun  putihnya  yang feminim dan senyumannya yang lembut. “Tidak apa-apa.” suaranya pun tak kalah lembut.

So Eun melirik noda di gaun itu dan menatap perempuan Itu dengan tatapan bersalah,”Tapi….. Noda di baju anda…. “

“Tidak apa-apa.  Bisa dibawa  ke  laundry,  jangan dipikirkan.” perempuan  itu menganggukkan  kepala kepada So Eun lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.

So Eun  masih mengamati  perempuan  yang  melangkah semakin menjauh lalu meletakkan gelas anggur kosong itu di di sebuah meja sebelum melangkah pergi. Apakah perempuan itu sendirian  di cafe dan meminum  anggur merah? Dia seperti perempuan  yang  sedang  patah  hati ada  bekas  air mata  di matanya…  Tetapi  dia  begitu cantik,  mungkinkah  perempuan secantik itu mengalami patah hati? Lalu  So Eun  tersadar  bahwa  dia sudah melamun  lama, malam beranjak makin pekat, So Eun memutuskan bahwa sudah waktunya dia pulang… dan menghadapi Donghae.

♥♥♥

Ketika  So Eun sampai  ke  rumah,  dia meliriknya  jam  tangannya, sudah  jam  sepuluh  malam.  Dengan  hati-hati  So Eun memasuki pintu rumah itu. Tidak biasanya suasana ruang tamu gelap, dan sepi.  Begitupun  ruang  keluarga.  Biasanya  sampai  malam pun, sudah terang benderang. Apakah semua orang sudah tidur? So Eun melangkah memasuki kamarnya dan Donghae, kamar itu  kosong,  tidak ada tanda-tanda orang  di  sana. Dengan  ragu dia meletakkan tasnya, kemudian meraih hp yang dia matikan.

Sambil menghela napas panjang So Eun duduk di ranjang, perasaannya terasa tidak enak, dinyalakannya HP itu. Layar  putih itu tampak berkedip-kedip  kemudian memunculkan  pemberitahuan. Bahwa  dia  telah  dihubungi hampir tiga puluh kali  nomor  Donghae  dan  mendapat  dua  puluh pesan sms selama hpnya tidak aktif. Sambil mengernyitkan keningnya So Eun membuka pesan itu,  dasar  lelaki  maniak,  gerutunya  memikirkan  sempat- sempatnya lelaki itu mengganggu acaranya dengan mengirimnya pesan dan memiscallnya berkali-kali. Tetapi  kemudian  kernyitannya  berubah  menjadi  panik ketika menyadari  bahwa  semua pesan  Donghae  bertuliskan  hal yang sama.

[….Ke rumah sakit. Eomma sudah kritis…]

So Eun langsung  meraih  kembali  tas-nya  dan  berlari menuruni tangga.

♥♥♥

Langkah-langkah kaki  So Eun  terdengar  jelas  di  lorong rumah  sakit  yang  sepi  itu.  Dia  sampai di  ruang  ICCU dan menemukan  Jiyeon  sedang  menangis  terisak-isak di  pelukan Myungso.

“Noona,  kemana  saja.” Myungso  langsung berseru ketika melihat So Eun,  “Kami  semua mencoba  menghubungimu,  tetapi tidak bisa.”

“Maafkan  aku.” permintaan  maaf  So Eun  terucap  dari lubuk  hatinya.  Ah,  berapa bodohnya  dia! Perbuatan  kekanak- kanakannya  karena  marah  kepada Donghae  ternyata  merepotkan semua orang. “Bagaimana eomma?”

Myungso  mengetatkan  pelukannya  kepada Jiyeon  yang terisak semakin  keras dan  menggeleng  sedih,  “Eomma  sudah meninggal setengah jam yang lalu.” Dan  detik itu,  hati  So Eun dipenuhi  penyesalan  yang mendalam, mencengkeramnya dan mengancam akan menenggelamkannya ke ujung dunia.

♥♥♥

Lama  mereka  menunggu sampai  kemudian  Donghae  keluar dari ruangan  ICCU.  Tampaknya  Donghae  sudah  mengurus  segalanya secara kilat, untuk persiapan pemakaman besok dan memulangkan jenazah eommanya ke rumah sebelum diistirahatkan. Lelaki  itu tampak pucat dan  rapuh,  seolah dia akan hancur seketika kalau ada yang memukulnya. So Eun berdiri  di  sana  dengan  berlinangan  air mata.

Matanya  melirik ke dalam  ruang  ICCU tempat jenazah  eomma Donghae dibaringkan, ditutup dengan kain putih yang pilu. Suara isak tangis  Jiyeon  terdengar  keras,  untunglah ada Myungso di sisinya. Memeluknya dan menguatkannya. So Eun melangkah mendekati Donghae, bergumam dengan hati-hati.

“Maafkan aku.” dia berbisik parau, di sela air matanya. Tetapi  Donghae  hanya  menatapnya sedetik  dengan tatapan  mata yang  tidak bisa  dibaca,  lalu memalingkan mukanya dengan cepat.

“Kita pulang.”  gumamnya  dengan  suara  parau,  lalu meninggalkan So Eun dengan langkah panjang-panjang, membuat So Eun setengah berlari mengejarnya.

♥♥♥

“So Eun eonni.” Jiyeon  mendekati  So Eun ketika mobil mereka memasuki gerbang rumah, dia kelihatan sedih dan pucat. Tentu saja, siapa yang tidak sedih ketika kehilangan eommanya?

“Iya Jiyeon?”  So Eun berusaha  selembut mungkin, mengingat berapa rapuhnya Jiyeon saat ini. Mereka ada di kursi belakang mobil Myungso yang sedang mengemudi. Sementara  Donghae  masih di  pemakaman, menyelesaikan semua urusan sebelum nanti menyusul pulang.

“Donghae oppa, aku harap eonni bisa membantunya.” So Eun  mengernyitkan  keningnya, membantu Donghae? Dalam hal apa? Lelaki itu tampak begitu tegar. Bahkan kemarin ketika dia akhirnya  melihat So Eun  menyusul  kerumah sakit, lelaki  itu  hanya  mengangkat  alisnya,  dengan  wajah  datar seperti  batu.  Dan  wajah itu yang  terus  dipakai  Donghae  sampai sekarang  hingga  proses  pemakaman  usai.  Tidak ada air  mata, tidak ada emosi dan  ekspresi  apapun  yang  menyiratkan kepedihan. Wajahnya keras, seperti batu yang kosong.

“Dia  memang  tampak tegar  di  luar.” Jiyeon  bergumam, seperti bisa membaca pikiran So Eun, “Tetapi dia rapuh eonni… Dia selalu  begitu ketika  terpuruk,  selalu  membangun  benteng kokoh  di  sekelilingnya  supaya tidak ada orang  lain  yang  bisa memasuki  dan  melihat jiwanya yang  rapuh.” Jiyeon  meringis, “Mungkin So Eun eonni belum  tahu,  kalau Donghae oppa  sebenarnya pernah hancur karena pengkhianatan.”

So Eun  menoleh dan  menatap Jiyeon  penuh ingin  tahu, “Pengkhianatan?”

Jiyeon menganggukkan kepalanya, “Ya… Dulu Donghae oppa punya  seorang  kekasih,  kekasihnya  adalah perempuan  yang sangat dicintainya.  Namanya Kwon Yuri. Mereka  sudah berpacaran lama dan sangat cocok. Oppa tampak sangat bahagia waktu itu, beda  dengan  yang  sekarang, dia banyak tertawa, jahil,  suka bercanda.” Jiyeon  tersenyum,  tampak mengenang. “Lalu  Donghae oppa memutuskan  untuk memperkenalkannya  kepada appa kami.”  Jiyeon  mendesah, “Appa kami  adalah  seorang  pebisnis yang  sangat  pandai  dan  arogan, meskipun  dia appa yang  baik bagi  keluarganya.  Di  makan malam  perkenalan  itu,  dengan lantang  appa mengajukan  penawaran  kepada Yuri.  Jika  Donghae oppa menikahi Yuri, maka Donghae oppa akan kehilangan seluruh hak warisnya dan diusir dari rumah appa. Tetapi jika Yuri mau meninggalkan  Donghae oppa,  maka dia akan  diberikan  cek oleh appa senilai  seratus  juta  won…” Jiyeon  menghela  napas,

“Tentu saja appa  hanya  menggertak,  beliau  tidak mungkin mengusir  Donghae oppa  dari  rumah,  beliau sangat sayang kepada Donghae oppa,  penawaran  itu sebenarnya hanyalah ujian  bagi Yuri…”

So Eun  menatap  mata  Jiyeon  yang  sedih,  ingin  tahu apa yang  terjadi  kemudian. Myungso  yang  sedang  menyetir di  depan pun tampak memasang telinga, mendengarkan.

“Sayangnya yang terjadi kemudian tidak kami duga. Yuri menerima cek itu dan akhirnya meninggalkan Donghae oppa.”

So Eun  menelan  ludah.  Pengkhianatan  semacam  itu  dan dilakukan  di  depan  keluarganya  pula.  Pantas  saja mengubah Donghae  menjadi  orang  yang  begitu  pahit,  dia masih ingat perkataan  Donghae  siang  itu ketika  lelaki itu menawarinya perjanjian sandiwara ini. “Kau akan terkejut mengetahui berapa banyak yang akan menyambar umpan itu mentah-mentah.” Begitu  ucap Donghae  waktu itu,  dengan  nada pahit yang sekarang baru disadari So Eun artinya.

“Hal  itulah  yang  membuat Donghae oppa  menutup  hatinya seperti  sekarang  ini  eonni.” sambung  Jiyeon  parau,  “Ketika  Donghae oppa  akhirnya membuka  hatinya untuk So Eun eonni  dan menikahi  eonni,  aku sangat  bahagia,  aku  tahu betapa baiknya eonni, dan betapa eonni bisa membahagiakan Donghae oppa…”  Jiyeon  mendesah,  “Cuma aku  sedikit  cemas, setelah  eomma  meninggal,  sikap  Donghae oppa  sama  persis  seperti dulu  ketika dikhianati  Yuri, dia memasang  topeng  datar  dan dingin  di  wajahnya,  di hatinya,  membuat kita  tidak bisa mendekatinya.” Jiyeon menyusut  air  matanya,  “Aku  sangat mencemaskannya eonni…”

So eun  memeluk Jiyeon  yang  terisak-isak ke dalam rangkulannya. Hatinya terasa hangat karena menerima pemahaman  baru,  bahwa Donghae  juga  pernah merasakan sakitnya dikhianati, sama seperti dirinya.

♥♥♥

“Aku membawakan sup hangat untukmu.” Malam  sudah  sepi  dan  semua orang  sudah  masuk ke kamar  tidurnya.  So Eun mengintip  ke ruang  kerja Donghae,  lelaki itu sepulang pemakaman, langsung menenggelamkan dirinya di sana dan tidak keluar untuk makan malam. Donghae  mendongak dari  berkas-berkas  di  meja kerjanya dan  mengerutkan  kening,

“Aku sedang  tidak ingin  makan apapun.”

So Eun  meletakkan  nampan  di  meja,  bersikeras,  “Tetapi kau harus  makan  Donghae,  aku tidak melihatmu  makan  apapun dari pagi. Bahkan sejak pemakaman tadi.”

Donghae memasang tampang paling dingin dan menyatukan telapak tangannya di bawah dagunya, “Kenapa kau repot-repot memikirkanku eh?” gumamnya sinis.

Lelaki ini menyerangnya demi melindungi dirinya. So Eun menghela  napas,  mencoba memahami,  dia harus  sabar menghadapi  lelaki  ini.  Donghae  sedang  sedih meskipun  sekarang dia sedang bersandiwara sebagai seorang bos yang arogan dan jahat.  Lelaki  ini  menutupi  kesedihannya dengan  semua itu.

“Karena aku mencemaskanmu.”

“Hm…  Kejutan. Seorang Kim So Eun mencemaskanku.  Apakah  kau cemas  aku  akan  terpuruk dalam  kesedihan, sayang?” dengan gerakan halus, lelaki itu meluncur berdiri dan tiba-tiba sudah  ada di  dekat So Eun,  menjebaknya ke  tembok,  “Mungkinaku tidak akan terlalu bersedih kalau kau bersedia menghiburku…”  disusurkannya jemarinya dengan  lembut  di pipi So Eun.

“Aku tidak akan  menghiburmu  dengan  cara  tidak senonoh!”  suara So Eun sedikit meninggi, antara  takut,  marah dan sedikit gelenyar panas yang mengaliri tubuhnya merasakan usapan sensual Donghae di pipinya.

Untunglah  lelaki  itu memutuskan  tidak mendesaknya lebih  jauh,  Donghae  hanya  terkekeh,  lalu  melepaskan  So Eun, meskipun masih berdiri di dekatnya.

“Aku tidak butuh simpati darimu.” gumam Donghae sambil mengacak rambutnya, “Terutama darimu…” tiba-tiba suara laki- laki  itu  hilang  seakan  tertelan. Donghae  memalingkan  mukanya, dan melangkah menjauh dari So Eun, “Pergilah!”

“Donghae….”

 

“Pergilah!” suara Donghae  berubah  menjadi  bentakan keras.

So Eun  menghela napas  panjang, hubungan  mereka memang sudah tidak baik dari awalnya. Sudah terlambat untuk menunjukkan  simpati  dan  niat baik,  sesalnya  dalam  hati, dengan pelan, dia melangkah menuju pintu.

“Jangan lupa dimakan supnya.” Hening. Dan  So Eun  membuka  handle  pintu hendak keluar. Lalu isakan itu terdengar. So Eun menoleh dan mendapati Donghae berdiri membelakanginya,  isakan  itu  terdengar  darinya,  lelaki  itu menangis.  Kali  ini  benar-benar  menangis  sepenuh  hati, suaranya  penuh kedukaan  dan  kesakitan, duka yang  membuat bahunya berguncang dengan keras. Tanpa pikir panjang, didorong  oleh hatinya,  So Eun langsung  melangkah mendekati  Donghae  dan  merengkuhnya. Lelaki  itu langsung  memeluknya  dengan  erat,  dan  menangis dalam pelukannya, beban tubuhnya membuat So Eun terjatuh ke sofa, dengan Donghae menangis dipelukannya.

Diusapnya bahu Donghae, rambutnya, berusaha meredakan kesedihannya.  Berusaha  membantu  lelaki  itu  menumpahkan apa yang ada di hatinya. Tiba-tiba perasaan lembut menyelemutinya, perasaan lembut yang sama ketika mengetahui sisi rapuh lelaki ini, yang tidak pernah ditampakkannya di depan orang lainnya.

So Eun memeluk Donghae erat-erat, sampai lama kemudian isakan  itu mereda,  berubah  menjadi  napas  yang  tenang  dan teratur,  dan  lelaki  itu  masih meringkuk dengan  kepala tenggelam  di  bahu So Eun dengan  mereka bergelung  duduk di atas sofa.

Lalu  Donghae  mengangkat  tubuhnya  daan  menjauhkan kepalanya.

“Maaf.” suaranya terdengar parau. So Eun  tersenyum, “Tidak apa-apa Donghae,  aku…  Aku senang bisa membantu…”

“Aku tidak pernah  menangis  di  depan  siapapun sebelumnya.”

“Aku tahu.”

“Aku tidak sengaja menangis tadi.”

“Itupun aku tahu.” Senyum So Eun tertahan, “Kau sedang sedih,  dan aku sedang  bisa  membantumu.  aku harap kau merasa sedikit ringan setelah menangis tadi.”

Donghae  tidak berkata  apa-apa,  hanya menatap  So Eun sambil mengacak rambutnya frustrasi. Lama mereka bertatapan, lalu tatapan Donghae melembut. “Terima kasih.” So Eun menganggukkan kepalanya,

“Sama-sama Donghae.” Lelaki  itu  menatap  So Eun lagi  dengan  tajam,  kemudian tersenyum  kecut dan memalingkan  kepalanya, “Tidakkah  kau sadar? Setelah  kematian  eomma…  Kau  dan  aku tidak harus terikat lagi.” suaranya setajam tatapannya kemudian, “Kita bisa mengakhiri perkawinan ini.”

To Be Continue…….

20 thoughts on “(Remake) Perjanjian Hati ~Part 6~

  1. Whaaaaaaaaa
    gk rela xlo
    haesso psah,,,
    sso msak gk ngeh sech ma prsaaan hae,,,
    to hae gk iznin sso pg ma cwok bkn krn hae mlrang sso tp to krn hae cmburu,,,
    tp kyak,a sso mlai lnak to,,
    gmna skap sso slnjut,a y,,
    pa lg ma ucpan hae yg trkhir,,

  2. untung aja siwon nggak jadi bunuh diri…

    ya ampun ibunya donghae udah meninggal,, apakah haesso akan berpisah???

    apalagi dengan kondisi perkawinan mereka yang seperti itu..

    next part

  3. siwon emng lembek bangett di ff ini. dan donghae jd pria yg mengintimidasi ;O. keyennn deh Donghae.
    kayaknya lebih baik kalau Sso berkata jujur sama donghae kalau dia hnya pergi sama shin hye, teman wanitanya, jd mereka nggk terlibat dalam konflik, bahkan sso nggk tau omma donghae udh nggk ada krna hp sso dimatikan.
    apaan ? ciuss tuh Donghae ??? jangan ceraii donggg 😥

  4. Ya ampun komenanQ Knapa cuman itu yg muncul -_- >_< udh pnjang2 tadi kyak jalan raya… Pokok.y inti.y Aku gak mau HaeSso pisah…

  5. Waaaa ceritanya mkin tegang nih
    Donghae tau bnget sbnernya sifat siwon kyk mana
    dan masi pnsrn si sbnernya siwon nglakuiin itu smua krna masi cinta dgn soeun atau cmn sesaat doang dia kyk gtu
    Soeun mersa brslah bnget tuh dgn donghae kyknya krna gak aktifin hp shingga gak tau klo eoma donghae lgi krittis
    stelah eomanya ninggal soeun dgn donghae bakaln mmtuskan prjnjiannya atau gmna ya?
    Dtnggu next partnya eon

  6. OMG !!
    OMG !!
    OMG !!
    Nextnya ASAP ne ??? 😉 😉

    kyaaa…
    Jd kya’ mana cerai kah di next partnya ??? O.o

    ck..
    Gak nyangka banget Si Yuri kya’ begitu ke Donghae… Terpukul banget pasti si Donghae !!! T.T
    duhhh.. Suami ku yg sabar ya Ibumu meninggal… 😥 😥 #PelukDonghae

    nextnya ASAP Thorrrrr !!!

  7. yaelah bang siwon kena gertakan hae aj lngsung ciut nyaliny -.- smg aj g ganggu sso lg 😦
    eh…eh…eh… hae posesif bgt ma sso 😀 yah walau egois n kesanny ngatur” sso ampe sso ny ngambek *tp aq suka…aq suka…* 😀 😀 😀
    omma ny bang hae da meninggl n syok :-O pas hae blng klo mreka bs berpisah krn ommany ud meninggal 😦 haduh sso jgn mw ya >:-:-<
    cpt dlnjt part slanjtny ya thor ^ ^ , keep writing n faithing ^ ^

  8. yaelah bang siwon kena gertakan hae aj lngsung ciut nyaliny -.- smg aj g ganggu sso lg 😦
    eh…eh…eh… hae posesif bgt ma sso 😀 yah walau egois n kesanny ngatur” sso ampe sso ny ngambek *tp aq suka…aq suka…* 😀 😀 😀 omma ny bang hae da meninggl n syok :-O pas hae blng klo mreka bs berpisah krn ommany ud meninggal 😦 haduh sso jgn mw ya >:-:-<
    cpt dlnjt part slanjtny ya thor ^ ^ , keep writing n faithing ^ ^

Leave a comment